media iklan dan konstruksi sosial
Media Iklan menjadi bagian Konstruksi social
Media dapat berupa media massa seperti koran, majalah, buku dan media elektronik seperti televisi, radio, internet, telefon. Media teknologi televisi menjadi hal yang tidak asing dalam kehidupan bermasyarakat bahkan menjadi bagian yang tidak dapat terlepaskan, televisi juga menayangkan iklan yang sifatnya komersial dan non-komersial. Iklan dalam televisi telah banyak menumbuhkan kesan bukan saja menghibur tetapi menjadi suatu kekuatan mengkonstruksikan realitas sosial seperti produk Pond's yang merupakan produk pemutih wajah dan secara tidak langsung masyarakat yang menonton iklan tersebut terkonstruksi bahwa perempuan yang cantik sebaiknya memiliki kulit putih yang mulus dan iklan televisi telah menjadi budaya popular.
Di Indonesia dunia periklanan mulai diperkenalkan sekitar lebih 100 tahun yang lalu dan waktu itu bernama " Pemberitahoewan" dan pada tahun 1963 status TVRI diperbolehkan menayangkan iklan tepatnya 1 Maret 1963. ( Bungin, Burhan. 2008: 73-77).
Sejarah panjang media periklanan mengantarkan pada suatu budaya populer dimana secara tidak langsung memaksakan masyarakat untuk menjadi konsumenisme bahkan produk yang tidak dibutuhkan harus dibeli akibat promosi-promosi serta tayangan iklan yang mengiurkan dan sungguh ironisnya bukan saja masyarakat dunia yang terpengaruhi akibat dominasi negara unggul namun negara kita Indonesia yang masih terbelenggu kemiskinan dan kebodohan digerigoti secara berlahan-lahan di dalam kepentingan organisasi dunia, termasuk teknologi televisi yang menghadirkan realitas sosial serta mengkonstruksikan pikiran masyarakat.
Media iklan adalah media yang mudah untuk mempersuasif masyarakat dalam pemakaian produk yang diiklankan, pemaknaan yang tersirat memberikan makna yang sungguh realitas terjadi, di mana pemaknaan yang tersirat memberikan makna yang sungguh realitas terjadi, di mana pemaknaan ini mengandung kontradiksi yang berlawanan, di mana terciptannya kesenjangan sosial yang akan terjadi, bahwa iklan memberikan perbedaan-perbedaan terkait realitas yang akan dibangun walaupun tujuan awalna sebagai sarana memperkenalkan produk serta menjualnya tetapi pemaknaan bukan saja menjual produk tetapi memberikan pemahaman yang terkait budaya serta menjadi suatu kebiasaan yang tidak terlepas dari kehidupan yaitu penanaman ideologi-ideologi yang kontras dengan realitas sosial yang ada dan hanya menciptakan kesadaran palsu semata, di mana kapitalisme menjadi ujung tombak dalam mencapai ke untungan sehingga strategi yang efektif untuk melanggengkan adalah dengan media di mana produk-produk yang telah di produksi dapat di terima masyarakat luas bahkan menjadi produk-produk yang dapat menembus pasar global yang menaikkan ranking, lewat media khususnya dalam hal penawaran penawaran penjualan yang terkait pasar bahkan menciptakan budaya konsumerisme dan berkembangkan pasar-pasar modern melalui penayangan iklan sehingga masyarakat menjadi terhegemoni dan terkonstruksi.
Contoh Kuatnya Pengaruh Iklan Dalam Memberi Gambaran Keluarga Ideal:
Dalam setiap masyarakat manusia, keluarga dianggap sebagai komponendasar dan utama dalam kehidupan. Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat
Disamping itu, adanya pergeseran kebudayaan di masyarakat juga memberi pengaruh terhadap
cara pandang masyarakat. Keluarga ideal dahulu selalu diidentikkan dengan ”banyak anak banyak rejeki”, akan tetapi sekarang pandangan itu berubah dengan banyaknya formasi keluarga yang ada di masyarakat. Formasi keluarga ideal paling populer adalah ”ayah, ibu dan dua orang anak (laki-laki dan perempuan)”, yang kemudian seakan menjadi formasi wajib dalam sebuah keluarga. Citra keluarga ideal tersebut juga diperkuat dengan adanya pengaruh yang kuat pula dari media, khususnya media televise.
Seperti dapat kita lihat pada kedua contoh iklan berikut. Dalam iklan Masako Rasa Sapi episode ”Masak Bakso” tahun 2007, ditampilkan dengan ”Munculnya seorang ibu yang sedang memasak untuk keluarganya, memasak bakso kesukaan keluarga dengan menggunakan bumbu penyedap masakan Masako. Si ibu memasak dengan riang gembira, kemudian setelah matang, dia memanggil seluruh anggota keluarganya. Muncullah sosok si Ayah, si anak lakilaki, dan si anak perempuan. Mereka datang dengan ekspresi yang terlihat sangat bahagia. Kemudian, mereka bersama-sama menyantap masakan si Ibu, memuji kehebatan memasak si Ibu, dan mereka tersenyum gembira, menyiratkan keluarga mereka yang amat bahagia”.
Kemudian sebagai contoh lain, dalam iklan provider Telkomsel Siaga episode ”Mudik” tahun 2007 lalu, diceritakan bahwa Ada sebuah keluarga yang akan mudik ke kampung halaman orang tuanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ditampilkan keluarga tersebut ada Ayah, Ibu,
seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan. Mereka berempat menyiapkan seluruh kebutuhan dan perlengkapan mudik, salah satunya tidak lupa memakai provider Telkomsel Siaga, untuk memudahkan mereka di perjalanan nanti. Kemudian setelah semua siap, mereka lalu berangkat dengan mengendarai mobil yang dikemudikan oleh si Ayah. Si ibu dan kedua oranganaknya bernyanyi-nyanyi disepanjang perjalanan dengan ekspresi yang sangat bahagia.”
Contoh iklan lainnya adalah dalam iklan shampoo lifeboy, yang menggambarkan sebuah keluarga yang terdiri atas Ayah, ibu, seorang anak perempuan dan juga seorang anak laki-laki, dalam iklan tersebut menggambarkan keharmonisan dan kebahagiaan keluarga tersebut. Dimana samphoo lifeboy dapat melindungi dan menjaga rambut mereka agar tetap sehat, bersih dan berkilau.
Selain itu ada juga iklan biskuit Roma kelapa, dengan gambaran keluarga yang terdiri atas Ayah, ibu, seorang anak laki-laki dan juga seorang ank perempuan. Dalam iklan tersebut menggambarkan seorang perempuan setengah baya yang sedang menyetrika kain dan kemudiandimana sang ayah, yang kemudian dikuti oleh anak perempuan dan laki-lakinya untuk memohon kepada ibunya agar menyajikan biscuit roma kelapa, yang kemudian si ibu mengabulkan permintaan anggota keluarganya dan mereka menikmatinya dengan sangat gembira sekali, dengan seynum yang ceria dan wajah yang sumringah.
Dan masih sangat banyak lagi iklan yang menggambarkan keluarga ideal seperti dalam contoh tersebut.
Setelah mengamati iklan tersebut, dapat dilihat bahwa didalamnya terdapat sebuah bentuk keluarga yang dapat menimbulkan persepsi dari orang yang melihatnya. Tayangan-tayangan iklan keluarga, semakin memperkuat gambaran keluarga ideal dalam masyarakat Bentuk keluarga yang ada dalam iklan tersebut terdiri dari anggota keluarga yang sama, yaitu Ayah, Ibu dan dua orang anak (laki-laki dan perempuan) dengan ekspresi yang terlihat bahagia. Dengan adanya iklan-iklanyang selalu menampilkan formasi dan posisi yang sama (seperti yang terlihat pada contoh iklan di atas, Ayah digambarkan yang mengemudi kendaraan dannmelindungi, sedangkan si Ibu digambarkan mempunyai sifat keibuan, pintar memasak dan penyayang). Kita dapat mengatakan seorang laki-laki sebagai Ayah, jika dia menampilkan ”identitas” diri, kepribadian, perilaku verbal (berbahasa layaknya seorang ayah), non-verbal (tegas, bisa melindungi, bahasa tubuh dsb) seperti seorang Ayah seharusnya. Begitupula pada sosok perempuan yang menjadi
seorang Ibu. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa representasi timbul akibat dari harapan tentang suatu ”identitas” awal Hal tersebut menimbulkan kesalahan berpikir di masyarakat (konstruksi sosial yang salah). Lihat saja, mulai dari iklan produk penyedap masakan, sahampo, biskuit sampai iklan provider, mengapa selalu menampilkan keluarga seperti itu? citra dua orang anak mengapa sangat mendominasi? Padahal dengan selalu ditayangkan, selalu diulang (repetisi), iklan-iklan tersebut kemudian membentuk suatu realitas sosial tertentu. Realitas social sendiri berarti seperangkat kebenaran yang diasumsikan perihal keyakinan sosial, hubungan sosial, perbedaan sosial, status dan kekuasaan.
Pada masyarakat modern, pandangan serta pola pikirnya akan semakin luas. Timbul anggapan bahwa keluarga yang memiliki dua orang anak adalah keluarga modern, yang pada akhirnya juga dikaitkan pada status sosial seseorang di masyarakat. Dengan status sosial tinggi,
maka seseorang dapat mewujudkan keinginan dalam benaknya , yaitu mempunyai keluarga ideal ”ala iklan” dengan mudah. Hal tersebut dapat tercermin dari kemampuan mengikuti dan sangat aware terhadap program Keluarga Berencana (KB) untuk mewujudkan ”dua anak cukup”; memiliki pandangan ke depan dalam mengikuti perkembangan anak nantinya, seperti pendidikan yang tinggi, kehidupan yang layak, dan kemudian pasti sangat tidak menyetujui slogan ”banyak anak banyak rejeki”; melakukan teknologi bayi tabung bagi orang tua yang kurang beruntung dalam memiliki keturunan atau untuk menentukan jenis kelamin apa yang diinginkan; dan lain sebagainya.
Sehingga masyarakat yang masih memiliki banyak anak sekarang ini diidentikkan dengan keluarga ”kuno”, orang tua yang tidak memiliki keturunan dikatakan ”tidak ideal”, keluarga yang broken home dikatakan ”tidak utuh”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa idealisasi keluarga juga berkaitan dengan kelas sosial yang termanifestasikan. sehingga muncul beberapa perilaku dalam masyarakat seperti yang telah dikemukakan di atas, juga seperti ketika seorang suami yang tidak dapat memiliki salah satu anak (laki-laki atau perempuan) tega menceraikan istrinya demi mendapatkan keturunan yang lengkap, yang dipikirnya bisa didapat dari wanita lain; Ayah yang menyia-nyiakan anak pertamanya yang ternyata lahir perempuan, karena yang diidam-idamkannya adalah anak pertama laki-laki; Istri yang dengan rela meninggalkan suaminya karena dia tidak dapat memberikan keturunan, dan masih banyak lagi. Itulah gambaran-gambaran tentang fenomena yang terjadi di dalam masyarakat berkaitan dengan adanya konstruksi social tentang keluarga ideal. Beragam fenomena, baik positif maupun negatif mewarnai kehidupan masyarakat kita dalam memahami dan memaknai stigma sebuah ”keluarga ideal”.
Kesimpulan
Iklan, saat ini tidak lagi hanya dapat dipandang sebagai bentuk media yang memberi informasi kepada konsumen mengenai produk tertentu, tetapi lebih dari itu, ia menawarkan suatu ideologi, gaya hidup, dan citra. Sebagaimana diketahui, iklan televisi adalah wacana publik dalam ruang sosiologis yang telah menghidupkan diskusi-diskusi tanpa henti di kalangan anggota masyarakat. Sekilas, lanjutnya, wacana iklan televisi ini menunjukkan adanya kekuatan media(televisi) dalam mengkonstruksi realitas sosial di masyarakat Bagaimana iklan-iklan tersebut menggambarkan kebenaran parsial (sebagian) menjadi sebuah kebenaran general (mutlak) tentang sebuah keluarga ideal yang kemudian diyakini masyarakat sebagai suatu konstruksi sosial adalah merupakan bentuk suatu fenomena. Fenomena tersebut kemudian berkembang saat masyarakat yang telah mengetahui adanya konstruksi sosial keluarga ideal
tersebut mempunyai berbagai pengalaman tentang konstruksi sosial tersebut dalam kehidupan keseharian mereka.
Iklan memang telah menjadi bagian dari masyarakat yang begitu powerfull dan sulit untuk dielakkan. Ia menyediakan gambaran tentang realitas, dan sekaligus mendefinisikan keinginan dan kemauan individu. Ia mendefinisikan apa itu gaya, dan apa itu selera bagus, bukan sebagai kemungkinan atau saran, melainkan sebagai tujuan yang diinginkan dan tidak bisa untuk dipertanyakan. Oleh karena itu, iklan secara tidak langsung membangun konstruksi sosial atas suatu hal dalam masyarakat. Namun konstruksi social tersebut tidak terbentuk secara tiba-tiba, namun melalui beberapa tahap. Iklan dapat menimbulkan pengaruh bagi kehidupan sosial dan budaya dari masyarakat yang melihatnya. Iklan dengan model keluarga ideal sering bermunculan di televisi sebagai salah satu trend kebanyakan iklan keluarga. Padahal dalam kehidupan nyata banyak keluarga yang tidak terdiri dari Ayah, Ibu dan dua orang anak yang masing-masing laki-laki dan perempuan, melainkan terdiri dari formasi yang berbeda. Penseragaman atau homogenisasi itulah yang membuat masyarakat pemirsa televisi, sebagai objek, menjadi terpengaruh. Masyarakat sebagai pemirsa televisi secara tidak langsung pasti akan mengatahui adanya konstruksi sosial keluarga ideal oleh iklan televise tersebut, karena dengan penayangan iklan yang secara konstan, bentuk iklan yang sebangun, dan melihat bagaimana besarnya kekuatan dan pengaruh yang ditimbulkan oleh media televisi terhadap pemirsanya, maka dapat disimpulkan bahwa konstruksi sosial tentang keluarga ideal tersebut telah merasuk dalam diri
masyarakat. Bagaimana masyarakat memaknai keluarga ideal dalam televisi yang kemudian menimbulkan perilaku-perilaku tertentu sebagai bentuk penyikapan terhadap iklan keluarga dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Media televisi hanyalah mengkonstruksi apa yang seharusnya dan mengklaim adanya budaya universal yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sosial. Produk-produk yang
ditawarkan serta tampilan media televisi diklaim untuk mengkonstruksi sebuah bangsa sebagai sebuah entitas homogen secara kultural, walaupun pada kenyataannya adalah multikultural Karena pada dasarnya banyak bentuk atau formasi keluarga lain yang bisa juga dianggap ideal,
tergantung dari budaya dan persepsi masyarakat itu sendiri. Namun pada kenyataannya bentuk keluarga selain keluarga ”ala iklan” semakin terpinggirkan, selain itu masyarakat sebagai pemirsa televisi juga ikut mengamini adanya konstruksi sosial tentang keluarga ideal yang dibangun oleh iklan televisi.
by: eL'ToR
Media dapat berupa media massa seperti koran, majalah, buku dan media elektronik seperti televisi, radio, internet, telefon. Media teknologi televisi menjadi hal yang tidak asing dalam kehidupan bermasyarakat bahkan menjadi bagian yang tidak dapat terlepaskan, televisi juga menayangkan iklan yang sifatnya komersial dan non-komersial. Iklan dalam televisi telah banyak menumbuhkan kesan bukan saja menghibur tetapi menjadi suatu kekuatan mengkonstruksikan realitas sosial seperti produk Pond's yang merupakan produk pemutih wajah dan secara tidak langsung masyarakat yang menonton iklan tersebut terkonstruksi bahwa perempuan yang cantik sebaiknya memiliki kulit putih yang mulus dan iklan televisi telah menjadi budaya popular.
Di Indonesia dunia periklanan mulai diperkenalkan sekitar lebih 100 tahun yang lalu dan waktu itu bernama " Pemberitahoewan" dan pada tahun 1963 status TVRI diperbolehkan menayangkan iklan tepatnya 1 Maret 1963. ( Bungin, Burhan. 2008: 73-77).
Sejarah panjang media periklanan mengantarkan pada suatu budaya populer dimana secara tidak langsung memaksakan masyarakat untuk menjadi konsumenisme bahkan produk yang tidak dibutuhkan harus dibeli akibat promosi-promosi serta tayangan iklan yang mengiurkan dan sungguh ironisnya bukan saja masyarakat dunia yang terpengaruhi akibat dominasi negara unggul namun negara kita Indonesia yang masih terbelenggu kemiskinan dan kebodohan digerigoti secara berlahan-lahan di dalam kepentingan organisasi dunia, termasuk teknologi televisi yang menghadirkan realitas sosial serta mengkonstruksikan pikiran masyarakat.
Media iklan adalah media yang mudah untuk mempersuasif masyarakat dalam pemakaian produk yang diiklankan, pemaknaan yang tersirat memberikan makna yang sungguh realitas terjadi, di mana pemaknaan yang tersirat memberikan makna yang sungguh realitas terjadi, di mana pemaknaan ini mengandung kontradiksi yang berlawanan, di mana terciptannya kesenjangan sosial yang akan terjadi, bahwa iklan memberikan perbedaan-perbedaan terkait realitas yang akan dibangun walaupun tujuan awalna sebagai sarana memperkenalkan produk serta menjualnya tetapi pemaknaan bukan saja menjual produk tetapi memberikan pemahaman yang terkait budaya serta menjadi suatu kebiasaan yang tidak terlepas dari kehidupan yaitu penanaman ideologi-ideologi yang kontras dengan realitas sosial yang ada dan hanya menciptakan kesadaran palsu semata, di mana kapitalisme menjadi ujung tombak dalam mencapai ke untungan sehingga strategi yang efektif untuk melanggengkan adalah dengan media di mana produk-produk yang telah di produksi dapat di terima masyarakat luas bahkan menjadi produk-produk yang dapat menembus pasar global yang menaikkan ranking, lewat media khususnya dalam hal penawaran penawaran penjualan yang terkait pasar bahkan menciptakan budaya konsumerisme dan berkembangkan pasar-pasar modern melalui penayangan iklan sehingga masyarakat menjadi terhegemoni dan terkonstruksi.
Contoh Kuatnya Pengaruh Iklan Dalam Memberi Gambaran Keluarga Ideal:
Dalam setiap masyarakat manusia, keluarga dianggap sebagai komponendasar dan utama dalam kehidupan. Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat
Disamping itu, adanya pergeseran kebudayaan di masyarakat juga memberi pengaruh terhadap
cara pandang masyarakat. Keluarga ideal dahulu selalu diidentikkan dengan ”banyak anak banyak rejeki”, akan tetapi sekarang pandangan itu berubah dengan banyaknya formasi keluarga yang ada di masyarakat. Formasi keluarga ideal paling populer adalah ”ayah, ibu dan dua orang anak (laki-laki dan perempuan)”, yang kemudian seakan menjadi formasi wajib dalam sebuah keluarga. Citra keluarga ideal tersebut juga diperkuat dengan adanya pengaruh yang kuat pula dari media, khususnya media televise.
Seperti dapat kita lihat pada kedua contoh iklan berikut. Dalam iklan Masako Rasa Sapi episode ”Masak Bakso” tahun 2007, ditampilkan dengan ”Munculnya seorang ibu yang sedang memasak untuk keluarganya, memasak bakso kesukaan keluarga dengan menggunakan bumbu penyedap masakan Masako. Si ibu memasak dengan riang gembira, kemudian setelah matang, dia memanggil seluruh anggota keluarganya. Muncullah sosok si Ayah, si anak lakilaki, dan si anak perempuan. Mereka datang dengan ekspresi yang terlihat sangat bahagia. Kemudian, mereka bersama-sama menyantap masakan si Ibu, memuji kehebatan memasak si Ibu, dan mereka tersenyum gembira, menyiratkan keluarga mereka yang amat bahagia”.
Kemudian sebagai contoh lain, dalam iklan provider Telkomsel Siaga episode ”Mudik” tahun 2007 lalu, diceritakan bahwa Ada sebuah keluarga yang akan mudik ke kampung halaman orang tuanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ditampilkan keluarga tersebut ada Ayah, Ibu,
seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan. Mereka berempat menyiapkan seluruh kebutuhan dan perlengkapan mudik, salah satunya tidak lupa memakai provider Telkomsel Siaga, untuk memudahkan mereka di perjalanan nanti. Kemudian setelah semua siap, mereka lalu berangkat dengan mengendarai mobil yang dikemudikan oleh si Ayah. Si ibu dan kedua oranganaknya bernyanyi-nyanyi disepanjang perjalanan dengan ekspresi yang sangat bahagia.”
Contoh iklan lainnya adalah dalam iklan shampoo lifeboy, yang menggambarkan sebuah keluarga yang terdiri atas Ayah, ibu, seorang anak perempuan dan juga seorang anak laki-laki, dalam iklan tersebut menggambarkan keharmonisan dan kebahagiaan keluarga tersebut. Dimana samphoo lifeboy dapat melindungi dan menjaga rambut mereka agar tetap sehat, bersih dan berkilau.
Selain itu ada juga iklan biskuit Roma kelapa, dengan gambaran keluarga yang terdiri atas Ayah, ibu, seorang anak laki-laki dan juga seorang ank perempuan. Dalam iklan tersebut menggambarkan seorang perempuan setengah baya yang sedang menyetrika kain dan kemudiandimana sang ayah, yang kemudian dikuti oleh anak perempuan dan laki-lakinya untuk memohon kepada ibunya agar menyajikan biscuit roma kelapa, yang kemudian si ibu mengabulkan permintaan anggota keluarganya dan mereka menikmatinya dengan sangat gembira sekali, dengan seynum yang ceria dan wajah yang sumringah.
Dan masih sangat banyak lagi iklan yang menggambarkan keluarga ideal seperti dalam contoh tersebut.
Setelah mengamati iklan tersebut, dapat dilihat bahwa didalamnya terdapat sebuah bentuk keluarga yang dapat menimbulkan persepsi dari orang yang melihatnya. Tayangan-tayangan iklan keluarga, semakin memperkuat gambaran keluarga ideal dalam masyarakat Bentuk keluarga yang ada dalam iklan tersebut terdiri dari anggota keluarga yang sama, yaitu Ayah, Ibu dan dua orang anak (laki-laki dan perempuan) dengan ekspresi yang terlihat bahagia. Dengan adanya iklan-iklanyang selalu menampilkan formasi dan posisi yang sama (seperti yang terlihat pada contoh iklan di atas, Ayah digambarkan yang mengemudi kendaraan dannmelindungi, sedangkan si Ibu digambarkan mempunyai sifat keibuan, pintar memasak dan penyayang). Kita dapat mengatakan seorang laki-laki sebagai Ayah, jika dia menampilkan ”identitas” diri, kepribadian, perilaku verbal (berbahasa layaknya seorang ayah), non-verbal (tegas, bisa melindungi, bahasa tubuh dsb) seperti seorang Ayah seharusnya. Begitupula pada sosok perempuan yang menjadi
seorang Ibu. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa representasi timbul akibat dari harapan tentang suatu ”identitas” awal Hal tersebut menimbulkan kesalahan berpikir di masyarakat (konstruksi sosial yang salah). Lihat saja, mulai dari iklan produk penyedap masakan, sahampo, biskuit sampai iklan provider, mengapa selalu menampilkan keluarga seperti itu? citra dua orang anak mengapa sangat mendominasi? Padahal dengan selalu ditayangkan, selalu diulang (repetisi), iklan-iklan tersebut kemudian membentuk suatu realitas sosial tertentu. Realitas social sendiri berarti seperangkat kebenaran yang diasumsikan perihal keyakinan sosial, hubungan sosial, perbedaan sosial, status dan kekuasaan.
Pada masyarakat modern, pandangan serta pola pikirnya akan semakin luas. Timbul anggapan bahwa keluarga yang memiliki dua orang anak adalah keluarga modern, yang pada akhirnya juga dikaitkan pada status sosial seseorang di masyarakat. Dengan status sosial tinggi,
maka seseorang dapat mewujudkan keinginan dalam benaknya , yaitu mempunyai keluarga ideal ”ala iklan” dengan mudah. Hal tersebut dapat tercermin dari kemampuan mengikuti dan sangat aware terhadap program Keluarga Berencana (KB) untuk mewujudkan ”dua anak cukup”; memiliki pandangan ke depan dalam mengikuti perkembangan anak nantinya, seperti pendidikan yang tinggi, kehidupan yang layak, dan kemudian pasti sangat tidak menyetujui slogan ”banyak anak banyak rejeki”; melakukan teknologi bayi tabung bagi orang tua yang kurang beruntung dalam memiliki keturunan atau untuk menentukan jenis kelamin apa yang diinginkan; dan lain sebagainya.
Sehingga masyarakat yang masih memiliki banyak anak sekarang ini diidentikkan dengan keluarga ”kuno”, orang tua yang tidak memiliki keturunan dikatakan ”tidak ideal”, keluarga yang broken home dikatakan ”tidak utuh”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa idealisasi keluarga juga berkaitan dengan kelas sosial yang termanifestasikan. sehingga muncul beberapa perilaku dalam masyarakat seperti yang telah dikemukakan di atas, juga seperti ketika seorang suami yang tidak dapat memiliki salah satu anak (laki-laki atau perempuan) tega menceraikan istrinya demi mendapatkan keturunan yang lengkap, yang dipikirnya bisa didapat dari wanita lain; Ayah yang menyia-nyiakan anak pertamanya yang ternyata lahir perempuan, karena yang diidam-idamkannya adalah anak pertama laki-laki; Istri yang dengan rela meninggalkan suaminya karena dia tidak dapat memberikan keturunan, dan masih banyak lagi. Itulah gambaran-gambaran tentang fenomena yang terjadi di dalam masyarakat berkaitan dengan adanya konstruksi social tentang keluarga ideal. Beragam fenomena, baik positif maupun negatif mewarnai kehidupan masyarakat kita dalam memahami dan memaknai stigma sebuah ”keluarga ideal”.
Kesimpulan
Iklan, saat ini tidak lagi hanya dapat dipandang sebagai bentuk media yang memberi informasi kepada konsumen mengenai produk tertentu, tetapi lebih dari itu, ia menawarkan suatu ideologi, gaya hidup, dan citra. Sebagaimana diketahui, iklan televisi adalah wacana publik dalam ruang sosiologis yang telah menghidupkan diskusi-diskusi tanpa henti di kalangan anggota masyarakat. Sekilas, lanjutnya, wacana iklan televisi ini menunjukkan adanya kekuatan media(televisi) dalam mengkonstruksi realitas sosial di masyarakat Bagaimana iklan-iklan tersebut menggambarkan kebenaran parsial (sebagian) menjadi sebuah kebenaran general (mutlak) tentang sebuah keluarga ideal yang kemudian diyakini masyarakat sebagai suatu konstruksi sosial adalah merupakan bentuk suatu fenomena. Fenomena tersebut kemudian berkembang saat masyarakat yang telah mengetahui adanya konstruksi sosial keluarga ideal
tersebut mempunyai berbagai pengalaman tentang konstruksi sosial tersebut dalam kehidupan keseharian mereka.
Iklan memang telah menjadi bagian dari masyarakat yang begitu powerfull dan sulit untuk dielakkan. Ia menyediakan gambaran tentang realitas, dan sekaligus mendefinisikan keinginan dan kemauan individu. Ia mendefinisikan apa itu gaya, dan apa itu selera bagus, bukan sebagai kemungkinan atau saran, melainkan sebagai tujuan yang diinginkan dan tidak bisa untuk dipertanyakan. Oleh karena itu, iklan secara tidak langsung membangun konstruksi sosial atas suatu hal dalam masyarakat. Namun konstruksi social tersebut tidak terbentuk secara tiba-tiba, namun melalui beberapa tahap. Iklan dapat menimbulkan pengaruh bagi kehidupan sosial dan budaya dari masyarakat yang melihatnya. Iklan dengan model keluarga ideal sering bermunculan di televisi sebagai salah satu trend kebanyakan iklan keluarga. Padahal dalam kehidupan nyata banyak keluarga yang tidak terdiri dari Ayah, Ibu dan dua orang anak yang masing-masing laki-laki dan perempuan, melainkan terdiri dari formasi yang berbeda. Penseragaman atau homogenisasi itulah yang membuat masyarakat pemirsa televisi, sebagai objek, menjadi terpengaruh. Masyarakat sebagai pemirsa televisi secara tidak langsung pasti akan mengatahui adanya konstruksi sosial keluarga ideal oleh iklan televise tersebut, karena dengan penayangan iklan yang secara konstan, bentuk iklan yang sebangun, dan melihat bagaimana besarnya kekuatan dan pengaruh yang ditimbulkan oleh media televisi terhadap pemirsanya, maka dapat disimpulkan bahwa konstruksi sosial tentang keluarga ideal tersebut telah merasuk dalam diri
masyarakat. Bagaimana masyarakat memaknai keluarga ideal dalam televisi yang kemudian menimbulkan perilaku-perilaku tertentu sebagai bentuk penyikapan terhadap iklan keluarga dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Media televisi hanyalah mengkonstruksi apa yang seharusnya dan mengklaim adanya budaya universal yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sosial. Produk-produk yang
ditawarkan serta tampilan media televisi diklaim untuk mengkonstruksi sebuah bangsa sebagai sebuah entitas homogen secara kultural, walaupun pada kenyataannya adalah multikultural Karena pada dasarnya banyak bentuk atau formasi keluarga lain yang bisa juga dianggap ideal,
tergantung dari budaya dan persepsi masyarakat itu sendiri. Namun pada kenyataannya bentuk keluarga selain keluarga ”ala iklan” semakin terpinggirkan, selain itu masyarakat sebagai pemirsa televisi juga ikut mengamini adanya konstruksi sosial tentang keluarga ideal yang dibangun oleh iklan televisi.
by: eL'ToR
Komentar
Posting Komentar