about happiness and search vertex
Aku menulis ini dari balik
selimut tebal, meringkuk kedinginan dengan catatan suhu di hp ku mencapai 18C,
dari sebuah hotel di puncak cipanas. Aku menulis ini dengan dengan memilih
mengurung diri di sebuah kamar hotel daripada ikut party karaoke dengan puluhan
peserta lainnya di Resto Hotel.
Aku sering membuat dialog
imajiner dengan diriku sendiri, aku tahu ini tidak sehat. Aku sering bertanya
kepada diriku sendiri dan menjawab sendiri.
“apa aku bahagia?”. Aku akan
menjawab dengan cepat; “Ya, aku Bahagia”
“tapi tidakkah kau
menginginkan lebih lagi? Tidakkah kau ingin berkembang?. Dengan lantang aku
akan menjawab “tentu saja”
“jadi kau tidak bahagia?”
Kita dikelilingi oleh nafsu
Universal, bukan kebahagiaan; itu nafsu dan nafsu tidak pernah memuaskan,
karena sekali dia terkabul, dia bukan lagi nafsu.
Beberapa hari yang lalu aku
nyamber tweet seorang teman di lini
massa, dia mengeluh tentang pekerjaannya dan seandainya hidup memberikan
pilihan yang lain dia ingin mengganti pekerjaan yang lebih baik.
Aku sudah biasa dengan keluhan
seperti ini, dimana perusaahan seringkali memberikan pertanggungjawaban atas
kesalahan/kecerobohan seorang karyawan, atau entah salah siapa pokoknya ketika
ada minus maka karyawan seringkali diberatkan. Ujungnya gaji yang diterima akan
dibayarkan kembali untuk menutupi “hutang” kepada perusahaan. Intinya
perusahaan tidak mau rugi, dan tidak mau tahu dengan beban yang harus ditanggung karyawan.
**
Setiap dari kita pasti pernah
punya mimpi dimasa kecil atau di masa lalu, setiap dari kita pasti pernah
membayangkan hidup seperti apa yang kita jalani.
Saya juga....
Sejak kecil saya menginginkan
kehidupan yang digambarkan lewat novel-novel yang aku baca, lewat film-film
yang aku tonton, seperti orang-orang yang tinggal di wall street atau manhattan.
Kehidupan ideal dalam bayanganku semasa kecil adalah; bekerja di corporation
besar, menggenakan pakaian mahal, rapi
& sepatu mewah setiap hari (seperti gaya-gaya sekretaris atau kantoran
dalam film barat). Bertemu orang-orang penting, sibuk seharian dengan berbagai
pertemuan dan meeting-meeting penting, menjadi star dalam perusahaan membawakan
presentasi ini-itu, menghabiskan lunch dan dinner di tempat-tempat yang keren,
gedung-gedung megah. Ditambah dengan mobil, punya driver sendiri, pergelanngan tangan dilingkari jam tangan mahal,
menggenakan aksesoris yang sepadan dengan baju. Pokoknya tampil cantik &
sempurna di depan semua orang, yang selalu mengundang perhatian dan mempesona. Satu
lagi, punya banyak CARD magic.
Itulah gambaran pekerjaan di
masa kecil, entah kerja diperusahaan apa? Bagian apa? Waktu kecil mana ngerti,
pokoknya bayangan kerja seperti itu di film-film.
lalu di usia segini dengan gelar seperti ini, kita sibuk dengan tuntutan lingkungan, tuntutan sekitar tentang "hidup ideal". aku seharusnya sudah punya karir yang matang, sudah punya ini, itu dan banyak lagi. lingkungan akan terus mempertanyakan kita "kenapa?" yang memaksa kita untuk memberikan alasan-alasan.
**
Aku bahkan tidak yakin pada
pilihanku saat ini, aku tidak yakin bahwa karir/pekerjaan yang ada dihadapanku
saat ini akan menarik dan akan menjadi petualangan baru. Ada berapa banyak
orang yang terjebak dalam sebuah rutinitas yang bernama pekerjaan, hanya karena
sudah lelah mencari pekerjaan? Pekerjaan impian tidak pernah lulus melewati
serangkaian test? Atau sudah malu menjadi penganguran terlalu lama, Maka demi
memenuhi panggilan tugas sebagai terpelajar lulusan sarjana, maka kita menerima
tawaran pekerjaan yang tidak kita cintai. Bagian tersedihnya hanya karena
pekerjaan ini yang menerima kita karena telah melewati rangkaian test yang melelahkan.
Kita tidak bisa bersedih berlarut-larut dengan perusahaan impian yang tidak
menerima kita. Meski kita telah berusaha semaksimal mungkin mempersiapkan diri
untuk menghadapi serangkaian test.
Lalu kita mulai memandang
cermin, dan merutuk diri; apakah aku kurang cantik? Kurang pintar? Apakah
wawancaraku terlalu kaku? Apakah hasil psikotestku tidak cocok dengan bidang
pekerjaan ini?.
Lalu, aku disini beberapa saat
yang lalu menerima telepon mengundang hadir untuk tandatangan kontrak kerja.
Aku sedikit ragu. Aku yakin masih ada banyak pilihan dengan kemampuan yang aku
miliki, yang sesuai dengan passion, yang sesuai dengan ijazah ku.
Aku melamar pada perusahaan
ini hanya karena ada lowongan pekerjaan tanpa benar-benar memikirkan, apakah
ini yang aku mau?
Sepanjang training, aku hanya
sibuk membayangkan keseharian ku. Dengan koleksi gaun-gaun lucu, dengan
beberapa potong baju layaknya kantoran, rok sedikit diatas lutut, kemeja tak
berlengan yang manis dengan padu padan blezer beraneka warna. Sepatu dengan
berbagai benuk-bentuk yang lucu, koleksi-koleksi sepatu yang sering ku buru
lewat berbagai media belanja. Aku
memandangi itu semua. Bergabung dengan perusahaan itu berarti bersiap
melepaskan itu semua!. Aku harus siap menjadi mungkin manusia paling culun
*menurut pendapatku* perusahaan ini menuntut kesederhanaan. Bukan aku tak bisa
hidup sederhana, yahh tapi bagaimanapun aku selalu memperhatikan nilai estetika
dalam berpakaian, aku tidak suka sesuatu yang monoton. Itu akan sangat
membosankan!, pernahkah kau merasa sangat bersemangat berangkat kerja hanya
karena engkau akan menggenakan gaun terbaik mu, dengan sepatu lucu. Pernahkah
kau merasa hari mu terasa sangat menyenangkan hanya karena kamu merasa cantik
hari itu?
Grameen, aku kayaknya pernah
mendengar istilah ini. Tapi aku tak pernah benar-benar tahu apa itu, disini aku
terjebak dalam micro finance, target market kami adalah “Provert Society”
masyarakat dengan ekonomi lemah tingkat pendapatan 20-30 ribu perhari,
bayangkan!. Aku akan tinggal di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota,
tanpa mall, tanpa cafe-cafe lucu tempat minum kopi, tanpa boutique, tanpa Bread
lezat. Tempat ku bergelut mungkin hanya pasar, bertemu dengan masyarakat desa
dengan tingkat pendidikan rendah. Bukannya sombong entahlahhh, aku tak mungkin
siap hidup bertahun-tahun di tempat seperti ini!. Aku tak akan mungkin bertemu
dengan pria idaman di tempat seperti ini, aku mungkin tak akan punya lawan
bicara/partner berdebat untuk mendikusikan banyak hal, menganalisi ribuan
fenomena. Entahlah aku sesungguhnya tak mendamba kehidupan yang sangat desa
seperti ini.
Ini mungkin akan menjadi
pengalaman yang seru, untuk 2 atau 3 bulan. Akan tetapi akan sangat membosankan
jika lebih dari itu, hidup yang konstan minim hiburan!. Mungkin kedengarannya
aku sangat sombong sekali.. entahlahh. Ini lah yang sejujurnya.
**
Lagi pula, apa sebenarnya
kebahagiaan itu?
C I N T A , kata orang. Tetapi
cinta tidak dan tidak akan pernah membawa kebahagiaan. Sebaliknya dia adalah
kegelisahan yang kekal. Cinta sejati terbentuk dari gairah dan derita. Yapp,
seperti aku mencintai seorang “pria” di divisi sebelah dulu di kantor lama yang membuatku bergairah
sekaligus menenggelamkanku dalam derita tiada habis.
Aku menghabiskan banyak waktu
hidupku mencari kebahagiaan. Tanpa benar-benar paham apa itu bahagia?.
Lalu sekarang sehari setelah
training di Cianjur, aku disini ditempatkan di sebuah desa yang sangat jauh
dari hiruk pikuk kota megapolitan. Disini aku masih sedang sibuk mencari jawab
di kepalaku, apa yang aku cari? Apakah aku bahagia? Apakah jika aku mencari
pekerjaan lain aku akan bahagia? Apakah jika pria yang aku cintai, menyatakan
cinta kepada ku aku akan bahagia?
Aku tahu jawabannya pasti
tidak! Karena aku tahu pasti, itu karena
nafsu universal. Kalau kau bilang syukur adalah kunci kebahagiaan. Aku sudah
tahu itu dengan sangat lama. Yang sekarang sedang aku perbaiki adalah sudut pandang
ku sendiri, untuk memandang kehidupan.
Kita bisa membiarkan diri kita
dipandu oleh cahaya yang terpancar dari vertex. Itu merupakan titik kulminasi,
tujuan dari kita, seperti orang-orang lain berbuat kesalahan. Namun bahkan
pada saat tergelap sekalipun tak pernah kehilangan pandangan akan cahaya yang
memancar dari hati kita.
"I search for light Vertex in my heart...." karena ku pikir peradaban ku terletak dihatiku.
apa yang ada sekarang jalani dengan hati, selebihnya serahkan pada waktu... not easy memang, tapi kalau bukan begitu selamanya aku akan gelisah mencari jawab. :)
Ya bentuk kehidupan yang berada di tengah kota serta tinggal di apartemen..masih menjadi impian ku..
BalasHapusBerjalan kaki dri tempat tinggal menuju lokasi pekerjaan menyapa mereka yang setiap pagi aku temui.
Sebelumnya.apa itu bahagia?
Bagiku itu masih simpang siur..karena untuk mencapai bahagia itu tidak lah gampang..yang kata beberapa orang dengan bersyukur dengan tersenyum...
Life is complicated.