Kondisi eTnis TioNghoa di Indonesia
Kondisi Etnis Tionghoa di Indonesia
oLeh: Nurlela Lumbantoruan
Jika di perhatikan secara kuantitatif, etnis Tionghoa merupakan golongan keturunan asing terbesar dibandingkan etnis lainnya di Indonesia. Bahkan telah tersebar ke seluruh penjuru Nusantara dari sabang sampai merauke.
Konflik pribumi dengan etnis Cina terjadi sejak Cina pertamakali datang ke Indonesia dan kekerasan yang berulang kali menimpa etnis Tionghoa menimbulkan rasa dendam dan trauma yang berasal dari rasa takut dalam diri mereka umumnya respon terhadap Rasa Takut akan berujung pada tindakan, yakni : Melarikan Diri dengan meninggalkan Indonesia. perjuangan eksistensi etnis Cina di Indonesia sangatlah panjang. Ribuan nyawa dan kekayaan telah dikorbankan atau menjadi korban sebagai wujud perjuangan etnis Cina untuk bertahan eksis dinegeri ini. Serangkaian sikap anti Cina di dipicu oleh beberapa faktor; diantaranya persaingan ekonomi, politik dan agama. Lebih dari itu, faktor yang sifatnya psikologis juga ikut memperkeruh, diantaranya adalah adanya ketidaksiapan masyarakat Cina dan Pribumi untuk hidup dalam masyarakat yang majemuk ini.
Stereotype dari masyarakat pribumi muncul karena kebanyakan etnis tionghoa di Indonesia berbisnis dengan membuka toko-toko retail ataupun distributor barang sehingga menimbulkan kesan bahwa mereka menguasai perekonomian Indonesia. Padahal mungkin hal itu hanya terlihat dari permukaan saja. Stereotype lain juga muncul karena sebagian darietnis Tionghoa hanya bersosialisasi dengan segelintir pejabat elite atau militer sehingga yang terjadi bukannya proses pembauran, tapi malah nepotisme. Ini terekam jelas dalam be nak orang-orang bumiputera sehingga seakan-akan orang-orang tionghoa itu selalu melakukan praktek suap (Korupsi), Kolusi dan Nepotisme (KKN). Padahal tidak demikian, dan tidak semuanya melakukan hal itu.
Untuk menyelesaikan masalah rasial ini secara cepat, etnis tionghoa sebagai minoritas harus meleburkan diri kepada mayoritas dengan cara menghilangkan identitas dan kebudayaan ke-tionghoa-annya. Etnis Tionghoa sadar bahwa harus terjadi pembauran kelompok etnis tionghoa ke dalam masyarakat Indonesia. Dengan cara Asimilasi yang menginginkan pembauran dalam suatu masyarakat menjadi yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya dengan menghilangkan identitas dan budaya asal menjadi satu masyarakat yang satu dan seragam. Akan tetapi, hal ini ditanggapi berbeda oleh beberapa tokoh Tionghoa yang menginginkan pembauran dalam suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya tanpa menghilangkan identitas atau budaya asal (multikulturalisme).
Karena bangsa Indonesia adalah Negara yang heterogen budaya maupun ras-nya, maka seharusnya etnis tionghoa yang sudah beberapa generasi tinggal di Indonesia semestinya diakui sebagai salah satu suku bangsa yang sejajar dengan suku jawa, batak, sunda, dst. tanpa harus menghilangkan identitas dan budaya asal masing-masing. Sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam konsep ini, etnis tionghoa tidak perlu mengganti nama, agama ataupun kawin campur untuk menunjukkan bhaktinya bagi Indonesia. Cinta, Pikiran dan Tindakan seseorang-lah yang menentukan bhakti pada bangsa ini karena etnis Tionghoa juga mempunyai sumbangan berarti dalam kemajuan dan perjuangan melawan kolonialisme.
oLeh: Nurlela Lumbantoruan
Jika di perhatikan secara kuantitatif, etnis Tionghoa merupakan golongan keturunan asing terbesar dibandingkan etnis lainnya di Indonesia. Bahkan telah tersebar ke seluruh penjuru Nusantara dari sabang sampai merauke.
Konflik pribumi dengan etnis Cina terjadi sejak Cina pertamakali datang ke Indonesia dan kekerasan yang berulang kali menimpa etnis Tionghoa menimbulkan rasa dendam dan trauma yang berasal dari rasa takut dalam diri mereka umumnya respon terhadap Rasa Takut akan berujung pada tindakan, yakni : Melarikan Diri dengan meninggalkan Indonesia. perjuangan eksistensi etnis Cina di Indonesia sangatlah panjang. Ribuan nyawa dan kekayaan telah dikorbankan atau menjadi korban sebagai wujud perjuangan etnis Cina untuk bertahan eksis dinegeri ini. Serangkaian sikap anti Cina di dipicu oleh beberapa faktor; diantaranya persaingan ekonomi, politik dan agama. Lebih dari itu, faktor yang sifatnya psikologis juga ikut memperkeruh, diantaranya adalah adanya ketidaksiapan masyarakat Cina dan Pribumi untuk hidup dalam masyarakat yang majemuk ini.
Stereotype dari masyarakat pribumi muncul karena kebanyakan etnis tionghoa di Indonesia berbisnis dengan membuka toko-toko retail ataupun distributor barang sehingga menimbulkan kesan bahwa mereka menguasai perekonomian Indonesia. Padahal mungkin hal itu hanya terlihat dari permukaan saja. Stereotype lain juga muncul karena sebagian darietnis Tionghoa hanya bersosialisasi dengan segelintir pejabat elite atau militer sehingga yang terjadi bukannya proses pembauran, tapi malah nepotisme. Ini terekam jelas dalam be nak orang-orang bumiputera sehingga seakan-akan orang-orang tionghoa itu selalu melakukan praktek suap (Korupsi), Kolusi dan Nepotisme (KKN). Padahal tidak demikian, dan tidak semuanya melakukan hal itu.
Untuk menyelesaikan masalah rasial ini secara cepat, etnis tionghoa sebagai minoritas harus meleburkan diri kepada mayoritas dengan cara menghilangkan identitas dan kebudayaan ke-tionghoa-annya. Etnis Tionghoa sadar bahwa harus terjadi pembauran kelompok etnis tionghoa ke dalam masyarakat Indonesia. Dengan cara Asimilasi yang menginginkan pembauran dalam suatu masyarakat menjadi yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya dengan menghilangkan identitas dan budaya asal menjadi satu masyarakat yang satu dan seragam. Akan tetapi, hal ini ditanggapi berbeda oleh beberapa tokoh Tionghoa yang menginginkan pembauran dalam suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya tanpa menghilangkan identitas atau budaya asal (multikulturalisme).
Karena bangsa Indonesia adalah Negara yang heterogen budaya maupun ras-nya, maka seharusnya etnis tionghoa yang sudah beberapa generasi tinggal di Indonesia semestinya diakui sebagai salah satu suku bangsa yang sejajar dengan suku jawa, batak, sunda, dst. tanpa harus menghilangkan identitas dan budaya asal masing-masing. Sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam konsep ini, etnis tionghoa tidak perlu mengganti nama, agama ataupun kawin campur untuk menunjukkan bhaktinya bagi Indonesia. Cinta, Pikiran dan Tindakan seseorang-lah yang menentukan bhakti pada bangsa ini karena etnis Tionghoa juga mempunyai sumbangan berarti dalam kemajuan dan perjuangan melawan kolonialisme.
Komentar
Posting Komentar