Jika kita tidak pernah saling jatuh cinta
Hidup, Jodoh dan Mati ada di tangan
Tuhan. Iyaaa bukan?? Kurasa kita sependapat dalam hal ini.... J
Aku sudah membaca, menonton dan
mendengar puluhan kisah tentang kisah cinta yang dijodohkan. Kadang memang tidak
selalu berakhir bahagia ada beberapa diantaranya berakhir pilu.
Sesuatu yang membuatku terkejut adalah
aku tidak menyangka jika pada akhirnya aku mempunyai kisah yang sama. Kisah
tentang perjodohan yang belum tahu bagaimana ujungnya. Usia ku masih sangat
muda 21 tahun *DEG* masih banyak hal yang ingin kulakukan. Aku baru saja akan
di wisuda aku masih memikirkan karir di masa depan ku. Pria yang dijodohkan
dengan ku juga jauh lebih muda lagi dia bahkan masih kuliah masa depan kami
masih abu-abu. Mereka bilang ini bukan perjodohan karena bukan zaman Siti
Nurbaya ini hanyalah harapan, dan bukan kah tidak ada yang salah dengan punya harap? tidak dipaksa hanya
diminta. Keputusan dikembalikan kepada kita. Lalu jika menolak, orang tua kita
pasti kecewa lalu apa bedanya dengan dipaksa?, mereka menginginkan aku menjadi
menantu nya tapi aku sama sekali tidak tahu apakah kamu menginkan aku. Bahkan
mereka menyampaikannya dengan sangat berharap, berharap sekali aku bersedia.
Pria itu tidak membantah tidak pula meng-iyakan, dia hanya diam mungkin dia
tidak ingin membantah keinginan orangtuanya. Aku juga sama tidak ada jawaban
pasti yang keluar dari mulutku aku tidak mungkin menolak permintaan orangtua
yang sangat baik hati itu, kuserahkan sepenuhnya pada jalan hidup yang
dirancang oleh Tuhan, belum tentu juga Tuhan setuju dengan ide orang tua mu
bukan? Kenapa aku harus membuat pernyataan penolakan?. Mendahului keputusan
Tuhan.
Aku menanggapinya dengan senyuman,
sebuah senyuman yang selalu mampu mengatasi masalah yang merepotkan dan
mengalihkan topik pembicaraan. Aku juga tidak tahu harus menjawab apa? Aku
bahkan tidak tahu bagaimana perasaan anaknya terhadapku, apakah dia mencintaiku
atau malah membenciku, atau dia hanya menganggapku sebagai kakaknya sendiri.
Aku tidak pernah tahu warna cinta yang
sesungguhnya, apakah cinta berwarna seperti pelangi? atau cinta itu kelam
seperti malam?. Atau aku salah karena jatuh cinta?. Yang aku rasakan selama 13
hari yang menyiksa itu, dadaku terasa sesak tiap kali aku mengetahui
kepulanganmu , dan akan semakin sesak lagi setiap kali kita berada di dalam
ruangan yang sama. Aku kehabisan kata, kehabisan gaya. Aku seperti orang
linglung yang tidak tahu harus berbuat apa tiap kali kau ada di hadapanku
mengajak ku bicara. Bodohnya aku lagi hanya bisa memberi jawaban singkat tiap
kali kau mencoba membuka percakapan diantara kita. “Iya”, “tidak”, “oke”. Tidak
pernah lebih dari lima huruf itu kata terpajang yang keluar dari mulutku. Se-pemalu
itu kah aku? Sebodoh itukah aku menghadapi lawan jenis?
Walau sesungguhnya aku lebih senang
menganggapmu sebagai adik, aku suka geli sendiri jika harus membayangkanmu
sebagai suami yang akan tidur satu ranjang denganku dan orang pertama yang akan
kujumpai saat membuka mata di pagi hari dengan mulut berjelaga.. Lagi pula usia
mu masih terlalu muda jika disandingkan dengan usiaku.maukah kau menikah dengan
wanita yang lebih tua? Atau pertanyaan sesungguhnya pentingkah usia bagi cinta?
Pentingkah usia untuk menikah? Apakah Cinta dan menikah itu sama?. Bukan kah
kita bisa saja menikah tanpa harus jatuh cinta dan sebaliknya?
Dalam bayanganku kau masih seorang
anak-anak, dulu kau laki-laki cengeng dalam banyak hal, tidak bisa berlari di
pematang sawah, takut digigit pacet (hewan sawah yang menghisap darah), tidak
bisa menerbangkan layangan. Tidak kuat berjalan 2 KM kampung kita kala itu
belum masuk angkot, takut keluar rumah dimalam hari karena banyak pohon
beringin dan suara anjing yang melolong seperti sedang bercerita kepada malam. ternyata
kau telah tumbuh menjadi pria dewasa, seorang pria pendiam dengan senyum
memikat. Ayahmu pernah bilang padaku; “kau adalah pria pendiam dengan sejuta
pesona, diam-diam menghanyutkan dan pendiam itu adalah daya tarik paling kuat dalam
dirimu”. Diam-diam aku tidak sepakat dengan pernyataan itu.
Kita tidak pernah menduga apa yang
terjadi di hari esok, akan tetapi jika ternyata kita tidak jodoh. Jodoh kita
adalah orang lain. Aku berharap semoga orang tuamu tidak kecewa. Namun, jika
ternyata Tuhan menakdirkan kita untuk hidup bersama semoga kita bisa bahagia.
Dan jika akhirnya kita tidak pernah
saling jatuh cinta, haruskah kita menikah? Karena orang-orang berpikir itu yang
terbaik?. Bukankah orang dewasa selalu sok tahu tentang kebahagiaan. Padahal rumusah
kebahagian mereka bukan bahagia kita. Jika akhirnya karena usiaku yang semakin
mendesak? Haruskah kamu menikahi ku?. Kutanyakan sekali lagi sungguhkah engkau
mencintaiku? Atau ini hanya karena kata mereka
Teruntuk Kakak ku, 27 Juni 2016
Semoga bahgia dengan pilihan-pilihanmu
Komentar
Posting Komentar